Di antara adab-adab dalam infaq dan sedekah yang diajarkan oleh Islam adalah ikhlas. Bagi orang yang berinfaq hendaklah ia tujukan amalannya tersebut untuk mencari wajah Allah Ta’ala. oleh karenanya jika dia tidak meniatkan karena Allah dan hanya karena untuk dilihat oleh manusia, atau agar terkenal bahwa ia seorang dermawan, maka sedekahnya tertolak. Bahkan orang yang pertama kali dimasukkan ke dalam neraka salah satunya adalah seseorang yang berinfaq akan tetapi tujuannya agar dikatakan bahwa ia adalah orang dermawan.
Hal ini sebagaimana dalam hadits; Dari Sulaiman bin Yasar, dia berkata: Suatu saat, ketika orang-orang mulai bubar meninggalkan majelis Abu Hurairah maka Natil-salah seorang penduduk Syam-berkata kepadanya, “Wahai Syaikh, tuturkanlah kepada kami suatu hadits yang pernah anda dengar dari Rasulullah. Abu Hurairah menjawab, “Baiklah. Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah: (beliau menyebutkan salah satunya) seorang lelaki yang diberi kelapangan oleh Allah serta mendapatkan karunia berupa segala macam bentuk harta. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?” Dia menjawab, “Tidak ada satupun kesempatan yang Engkau cintai agar hamba-Mu berinfak padanya melainkan aku telah berinfak padanya untuk mencari ridha-Mu.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sesungguhnya kamu berinfak hanya demi mendapatkan sebutan sebagai orang yang dermawan. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia. “Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.”
Dari hadits tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa ibadah yang besar bisa menjadi tak berharga gara-gara salah niat. Niat yang benar bisa menjadikan amalan yang kecil menjadi besar di hadapan Allah. Sebaliknya, niat yang salah akan menjadikan amal yang besar menjadi tak berharga dan bahkan mendapat dosa.
Dan sesungguhnya ikhlas tidak akan berkumpul dengan kecintaan kepada pujian dan sifat rakus terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain. Ibnu Qayyim berkata, “Tidak akan bersatu antara ikhlas di dalam hati dengan kecintaan terhadap pujian dan sanjungan serta ketamakan terhadap apa yang dimiliki oleh manusia, sebagaimana bersatunya air dengan api atau dhobb (sejenis biawak) dengan ikan-musuhnya.”
Keikhlasan merupakan sesuatu yang membutuhkan perjuangan dan kesungguh-sungguhan dalam menundukkan hawa nafsu. Sahl bin Abdullah berkata, “Tidak ada sesuatu yang lebih sulit bagi jiwa manusia selain daripada ikhlas. Karena di dalamnya sama sekali tidak terdapat jatah untuk memuaskan hawa nafsunya.”
Memang, sedekah dapat melipatgandakan harta seseorang di dunia dan akhirat. Bahkan Allah telah menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa Ia akan melipatgandakan menjadi 700 kali lipat. Maka pertanyaannya, bolehkah seseorang berinfaq dengan tujuan untuk menjadi kaya? Apakah itu juga mengurangi keikhlasan seseorang dalam berinfaq?
Jika seseorang menggunakan amal shalih sebagai sarana untuk meminta pada Allah Ta’ala, maka hal itu diperbolehkan. Sebagaimana seseorang yang minta untuk dimudahkan rezekinya dengan sedekah yang ia berikan. Akan tetapi, tentunya tidak boleh meniatkan amal shalih kita hanya untuk mendapatkan kemudahan di dunia saja dengan menghiraukan tujuan akhirat.
Maka orang yang seperti ini jika tidak mendapatkan kekayaan tersebut ia akan bersu’udhon kepada Allah Ta’ala. Ia akan berkata, “Mengapa aku belum juga dikayakan dan dilapangkan rezekiku, padahal aku telah banyak berinfaq dan sedekah?”
Kita harus tetap berhusnudhon kepada Allah Ta’ala. Jika permintaan kita untuk menjadi kaya harta di dunia ini belum terkabul, mungkin karena Allah tahu bahwa kita akan jauh dari-Nya jika menjadi kaya. Allah tahu bahwa harta kita tidak menjadikan kita tambah taat, tapi malah membawa pada kesibukan mengurusnya hingga lalai dengan akhirat. Maka janganlah sedekah kita diniatkan hanya untuk dunia saja, tetapi niatkanlah untuk akhirat. Agar tidak kecewa saat keinginan dunia belum kita dapatkan, karena memang harapannya hanyalah pahala akhirat.
Islam telah mengajarkan pada kita agar berinfaq dengan sembunyi-sembunyi. Semuanya ini memiliki hikmah agar hilang tujuan-tujuan keduniaan berupa pujian dan sanjungan. Karena memang sulit menjaga hati agar tetap ikhlas saat infaq yang kita keluarkan itu diketahui oleh banyak orang. Rasulullah juga menjelaskan tentang tujuh golongan yang Allah naungi di saat tidak ada naungan kecuali naungannya, antara lain:
“Dan seseorang yang bersedekah dengan sebuah sedekah sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang telah diinfakkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhori Muslim)
Akan tetapi jika ada tujuan-tujuan baik dalam menampakkan sedekah, maka hal tersebut diperbolehkan. Seperti zakat agar ditiru orang lain, maka hal tersebut diperbolehkan. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Baqarah [2]: 271)
ayat ini tentang sedekah thathawwu’, sebab menyembunyikannya Al-Qurthubi berkata: “Sebagian besar ulama berpendapat bahwa lebih baik daripada menampakkannya, begitu juga dengan ibadah-ibadah lainnya, menyembunyikan ibadah-ibadah sunnah lebih baik guna menghindarkan terjadinya riya’, bukan seperti ibadah-ibadah wajib.”
Ibnu Katsir berkata, “Ayat di atas adalah dalil yang menjelaskan bahwa dirahasiakannya sedekah lebih afdhal daripada ditampakkan, sebab dia lebih jauh dari riya’, kecuali jika ada kemaslahatan yang lebih kuat, seperti adanya orang lain yang mengikuti perbuatannya, maka dia lebih baik dilihat dari sisi ini. Jika tidak, maka yang lebih baik adalah merahasiakannya.”
Memperlihatkan sedekah itu baik bagi orang yang keadaan keimanannya kuat, niatnya baik, serta merasa aman dari riya’. Adapun orang yang keadaannya di bawah ini maka menyembunyikan ibadah baginya lebih baik.
Demikanlah pentingnya keikhlasan dalam berinfaq beserta tips untuk ikhlas dalam berinfaq. Tentu kita tidak ingin infaq kita sia-sia gara-gara tidak ikhlas yang akhirnya menyesal di kemudian hari. Jalannya tidak ada lain kecuali berjuang untuk ikhlas, berusaha menyembunyikan amal dan berdo’a agar amal kita diterima. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali milik Allah Ta’ala.
(Penulis : Adnan Miftakhur Rosyid, S.Pd.I. Guru PAI SMK Negeri 3 Surakarta)
Posting Komentar untuk "Indahnya Keikhlasan dalam Berinfaq"